Desa Bulakan
Bulakan sendiri mempunyai makna dalam bahasa jawa yaitu “bulak-bulak” atau kondisi air yang menyembur-nyembur. Fenomena belakangan banyak orang memaknai bahwa bulak-bulak diartikan sebagai sebuah kondisi masyarakat yang memanas dan meletup-letup. Sehingga Desa Bulakan sempat terkenal dengan istilah Sapi lanang / orang-orang yang senang berkelahi.
Menurut sesepuh Desa Bulakan sendiri, pemaknaan tersebut sangat tidak dibenarkan. Bulakan lebih tepat dimaknai sebagai sebuah Desa yang dikelilingi oleh sumber-sumber mata air. Hal itulah yang memang ada di desa ini, dan desa ini terbelah-belah sungai-sungai yang mengalir di dalamnya sebagai sumber kehidupan masyarakat Bulakan pada khususnya dan masyarakat tetangga desa pada umumnya. Dan desa ini memang berlimpah atau kaya akan bualan-bualan air dari dalam tanah yang disebut “tuk” atau mata air. Maka dengan kondisi tersebut desa ini disebut Bulakan berasal dari istilah bualan air dari dalam tanah yang disebut mata air.
Salah satu mata air yang terkenal adalah mata air Batur karena air yang keluar di tempat ini sangat besar dan menjadi sumber penghidupan utama bagi masyarakat desa Bulakan dan masyarakat sekitarnya.
Didasari banyaknya mata air di Desa Bulakan menjadikan desa ini menjadi desa yang agraris. Desa yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai Petani padi dan berkebun. Dengan hal tersebut menjadikan Bulakan sebagai lumbung padi bagi Kecamatan Belik.
Kembali pada sejarah Desa Bulakan yang dimulai ketika adanya Kepala Desa pertama di desa ini yaitu Singa Wangsa Saleh yang lahir sekitar tahun 1870-an. Singa Wangsa Saleh menjabat Kepala Desa sekitar tahun 1911-an. Pada tahun 1942 Singa Wangsa saleh meninggal dunia dan berakhir masa kepemimpinannya.
Setelah itu diadakan pemilihan Kepala Desa baru dan terpilih adalah Darwo Suwito. Darmo Suwito merupakan anak dari pasangan Singa Wangsa Saleh dan Nyai Karwiyah yang dilahirkan taun 1908. Pada Tahun 1943 Darmo Suwito melarikan diri bersama beberapa teman dekatnya meninggalkan Desa Bulakan. Beliau melarikan diri karena tidak menginginkan kepemimpinannya yang pada saat itu ingin dijadikan sebagai kaki tangan penjajah Belanda.
Beberapa waktu setelah itu Darmo Suwito bersama teman dekatnya tertangkap oleh Belanda dan akan dieksekusi mati. Malam sebelum pengeksekusian, Darmo Suwito berhasil melarikan diri dan kembali ke Desa Bulakan untuk melanjutkan kepemimpinannya menjadi Kepala Desa Bulakan. Darmo Suwito wafat pada usia 55 tahun atau tahun 1964.
Sepeninggalan Darmo Suwito kembali dilakukan pemilihan untuk mencari Kepala Desa dan yang terpilih adalah Subiyanto. Subiyanto adalah anak dari Darmo Suwito dan Mbok Kariyah yang lahir pada 12 Desember 1935. Subiyanto sebelum dipilih menjadi Kepala Desa Bulakan adalah seorang anggota militer yang sedang bertugas di Makasar. Subiyanto menjabat Kepala Desa Bulakan selama dua periode yaitu tahun 1964-1988 dan 1988-1997.
Pemilihan kembali diadakan dan yang terpilih adalah Subiyado adik dari Subiyatno, anak ke-4 dari pasangan Darmo Suwito dengan mbok Kariyah. Tidak lama setelah beliau menjabat, terjadi penggulingan kekuasaan pemerintahan orde baru, di Desa Bulakan sendiri terjadi penggulingan pemimpin kekuasaan pada waktu itu. Tetapi penggulingan terjadi pada Sekretaris Desa Bulakan bukan Kepala Desa. Subiyado menjabat sebagai Kepala Desa selama satu Periode yang berakhir pada tahun 2006 kemudian dilanjutkan pemilihan kepala Desa pada Tahun 2006 dan Eni Dwi Asih terpilih sebagai Kepala Desa Bulakan Periode 2006-2012.
Pasca Eni Dwi Asih yang terpilih untuk memimpin Desa Bulakan adalah Bapak Rohim. Rohim adalah Kepala Desa Bulakan yang merupakan bukan keturunan atau keluarga dari Kepala Desa Bulakan sebelum-sebelumnya, beliau menjabat sebagai Kepala Desa hingga tahun 2018. Yang kemudian digantikan oleh Sigit Pujiono, S. Hut yang telah terpilih menjadi Kepala Desa Bulakan untuk periode tahun 2018-2024.
Pada Tahun 1993 Desa Bulakan pernah mengalami kejadian bencana tanah longsor tepatnya di dusun dukuh karang yang menimbun satu pemukiman warga dan menelan banyak korban jiwa dan luka-luka, bahkan ada yang jasadnya tidak diketemukan. Dan sekarang pemukiman tersebut telah direlokasi dan dijadikan tempat pemakaman warga.
Desa Bulakan Pernah menjadi Juara III Pada Lomba Kebersihan Lingkungan se-Kabupaten Pemalang dalam Rangka HUT RI ke-65.
Candi Batur
Salah satu sumber mata air yang terletak di Candi Batur Dusun Dukuh Karang yang selalu mengalir dan dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari bagi warga masyarakat Desa Bulakan dan sekitar.
Candi Batur
Kali Batur terbentuk dari gabungan sumber-sumber mata air yang berada di area Candi Batur Dusun Dukuh Karang, mengalir sampai ke pusat desa dan dimanfaatkan untuk pengairan sawah milik warga masyarakat Desa Bulakan
Bendungan Royom merupakan embung desa yang dimanfaatkan untuk sarana irigasi persawahan warga sekitar. Airnya bersumber dari mata air di sisi selatan bendungan yang selalu mengalir walau musim kemarau.