Bulakan.desa.id – Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November ditetapkan oleh Presiden Sukarno lewat Keputusan Presiden (Keppres) No. 316 Tahun 1959 untuk menghormati para pahlawan yang telah gugur di medan pertempuran pada 10 November 1945 di Surabaya.
Gelar pahlawan bukan hanya disematkan untuk para prajurit berbalut seragam saja, namun seluruh warga sipil yang gugur demi mempertahankan tanah air di Surabaya.
Pada peristiwa 10 November 1945, nama Bung Tomo begitu dikenal karena menjadi pengobar semangat para pejuang. Bersenjatakan mikrofon, pidato-pidatonya berhasil membakar semangat dan menjaga moral arek-arek Suroboyo untuk mempertahankan kemerdekaan.
Bung Tomo bukan satu-satunya pemimpin di Surabaya pada saat itu. Beberapa perwira penting dalam palagan 10 November 1945, ada Jenderal Mayor R Mohammad Mangunprodjo, Kolonel Sungkono, Kolonel Djonosewojo hingga Kolonel Moestopo. Tapi, Bung Tomo yang tak berpangkat tampaknya justru paling sohor dan legendaris juga dihormati.
Dari kalangan tokoh-tokoh masyarakat, ulama, yang bukan dari kalangan militer, juga ikut bersatu pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Salah satunya adalah sosok K.H. Hasyim Asy’ari, menggelorakan perlawanan rakyat untuk menghadapi tentara Inggris. Para pemuda, santri, pedagang, petani dan lainnya bersatu padu mempertahankan tanah air.
Pahlawanku inspirasiku
Sosok pahlawan seperti Bung Tomo semoga menjadi inspirasi untuk kita sebagai para penerus generasi. Jiwa semangatnya untuk membela tanah air memang patut diikuti. Semuanya harus bersatu melawan dan mengusir apa pun yang ingin mengusik negeri.
Seperti kondisi saat ini, Covid yang masih menjadi pandemi, semuanya harus terus bersatu agar kondisi bangsa ini seperti dulu. Selain prokes, imun dan iman juga senjata utama yang harus selalu dijaga, dipakai untuk melawan dan mengusir pandemi di bangsa ini.